PENCIPTAAN ALAM SECARA EMANASI ( Dalam Filsafat Muslim al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ikhwan As-Shafa’ )


PENCIPTAAN ALAM SECARA EMANASI
 ( Dalam Filsafat muslim al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ikhwan As-Shafa’ )
Oleh; Muh. Minan, M.Pd


A.    Pengertian Teori Emanasi
Dalam penciptaan alam semesta banyak para ahli berbeda pandangan, perbedaan pandangan itu terletak pada dua persoalan yakni apakah alam ini ada karena memang sudah ada? ataukah ada karena ada yang menciptakan? Apabila ada yang menciptakan bagaimanakah proses penciptaannya itu?, tentu ini menjadi hal yang menarik dikalangan para pemikir filsafat, sebab hal ini menjadi satu soal yang harus dikaji kebenarannya.
Banyak para filosof barat yang memberikan pandangannya mengenai penciptaan alam semesta ini, hingga muncul-lah beberapa teori salah satunya yang paling menarik dan terkenal dalam dunia filsafat adalah teori emanasi. Teori ini, menarik banyak perhatian para filosof muslim, karena konsep sederhananya tidaklah menyimpang dari ajaran Islam meskipun argumennya sangat sulit dipahami bagi manusia awam. Keinginan untuk tidak menodai keesaan Tuhan menjadi landasan filosofis dari teori ini.
Kata emanasi, dalam bahasa Inggris disebut emanation yang berarti proses munculnya sesuatu dari pemancaran, bahwa yang dipancarkan substansinya sama dengan yang memancarkan. Sedangkan dalam filsafat, emanasi adalah proses terjadinya wujud yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung, bersifat jiwa atau materi, berasal dari wujud yang menjadi sumber dari segala sesuatu yakni Tuhan, yang menjadi sebab dari segala yang ada, karenanya setiap wujud ini merupakan bagian dari Tuhan.[1]
Jadi, dalam teori ini, ditegaskan bahwa Allah sebagai Tuhan memberikan pancaran, sehingga terwujudlah alam ini sebagai hasil dari pancaran tersebut. Dan itu terjadi dengan beberapa proses.
B.    Teori Emanasi Menurut Para Filosof Muslim
Sebagaimana yang diketahui diawal pembelajaran Filsafat Islam, bahwa pemikiran para filosof Islam sangat dipengaruhi oleh pemikiran para filosof barat (para filosof Yunani). Diantara para filosof Islam yang terkenal dalam pemikirannya mengenai teori emanasi, yaitu:
1.      Al-Farabi
Al-Farabi mempunyai nama lain yaitu Abu Nashr Ibnu Audagh Ibn Thorhan Al-Farabi. Sebenarnya nama Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat beliau dilahirkan yakni di desa Wasij di kota Farab pada tahun 257 H (870 M). Banyak karya yang telah beliau hasilkan dari proses mencari dan menggali pengetahuannya melalui filsafat.[2]  Mengenai penciptaan alam, Al-Farabi setuju dengan teori emanasi yang menetapkan bahwa alam ini baru, yang merupakan hasil pancaran. Al-Farabi menyebut teori emanasi sebagai Nadhariyatul Faidl.
Sebenarnya, Al-Farabi menemui kesulitan bagaimana terjadinya yang banyak (alam) yang bersifat materi dari Yang Esa (Allah) jauh dari arti materi dan Maha Sempurna. Dalam filsafat Yunani, Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan penggerak pertama (Prime Cause), seperti yang dikemukakan Aristoteles. Sementara dalam Islam, Allah adalah Pencipta, yang menciptakan dari tidak ada menjadi ada (Creito ex Nihilo). Untuk meng-Islamkan doktrin ini, Al-Farabi mencari bantuan pada doktrin Neoplatonis monistik tentang emanasi. Dengan demikian, Tuhan Penggerak Aristoteles bergeser menjadi Allah Pencipta, yang menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara pancaran. Dengan maksud, Allah menciptakan alam semenjak azali, materi alam berasal dari energi yang qadim, sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baharu. Oleh karenanya, menurut Filosof Muslim, kun Allah yang termaktub dalam Al-Quran ditujukan kepada syai’ (sesuatu) bukan kepada  la syai’ (tidak ada sesuatu).[3]
Emanasi dalam pemikiran Al-Farabi adalah Tuhan sebagai wujud I, dengan pemikiranya timbul wujud II yang mempunyai substansi yang disebut akal I yang tidak bersifat materi. Wujud II atau akal I ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud III atau akal II, dan ketika berfikir tentang dirinya melahirkan langit I. Wujud III atau akal II ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud IV atau akal III, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan bintang-bintang. Wujud IV atau akal III ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud V atau akal IV, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Saturnus. Wujud V atau akal IV ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud VI atau akal V,  ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Yupiter. Wujud VI atau akal V ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud VII atau akal VI, ketika berfiikir tentang dirinya melahirkan Mars. Wujud VII atau akal VI ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud VIII atau akal VII, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Matahari. Wujud VIII atau akal VII ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud IX atau akal VIII, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Venus. Wujud IX atau akal VIII ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud X atau akal IX, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Mercuri. Wujud X atau akal IX ketika berfikir tentang Tuhan melahirkan wujud XI atau akal X, ketika berfikir tentang dirinya melahirkan Bulan. Dari akal X timbulah bumi, roh-roh dan materi dasar dari empat unsur yakni api, udara, air dan tanah.[4]
Masing-masing akal yang berjumlah sepuluh itu mengatur satu planet, akal-akal ini adalah para Malaikat, dan akal kesepuluh disebut dengan Jibril yang mengatur bumi.[5]
Emanasi melahirkan alam qadim dari segi zaman (taqaddum zamany) bukan dari segi zat (taqaddum zaty). Oleh karena alam dijadikan Allah secara emanasi sejak azali tanpa diselangi oleh waktu, namun ia sebagai hasil ciptaan, berarti ia adalah baru. Berikut adalah tabel emanasi, agar lebih dapat memahami uraian tentang teori emanasi Al-Farabi.[6]
(Subjek) Akal Yang Ke
Sifat
Berpikir Tentang
Keterangan
Allah sebagai Wajib al-Wujud menghasilkan
Dirinya sendiri sebagai mumkin al-Wujud, menghasilkan
I
Mumkin Wujud
Akal II
Langit Pertama
Masing-masing akal mengurusi satu planet
II
Sda
Akal III
Bintang-Bintang
III
Sda
Akal IV
Saturnus
IV
Sda
Akal V
Yupiter
V
Sda
Akal VI
Mars
VI
Sda
Akal VII
Matahari
VII
Sda
Akal VIII
Venus
VIII
Sda
Akal IX
Merkuri
IX
Sda
Akal X
Bulan
X
Sda

Bumi, roh, materi pertama yang menjadi keempat unsur: udara, api, air dan tanah.
Akal ke X tidak lagi memancarkan akal-akal berikutnya, karena kekuatannya sudah lemah.
2.      Ibnu Sina
Nama lain Ibnu Sina adalah Abu Ali Al-Husain Ibn Abdullah Ibn Sina. Di Eropa, beliau lebih dikenal dengan nama Avicenna. Beliau lahir di sebuah desa Afsyana, di daerah Bukhara pada tahun 340H./980M. Beliau lahir saat kondisi kekuasaan Abbasiyah sedang kacau dan mengalami kemunduran. Beliau meninggal pada tahun 428H./1037M. pada usia 57 tahun.
Dalam filsafatnya mengenai penciptaan alam, Ibnu Sina tidaklah jauh berbeda dengan Al-Farabi. Sebagaimana yang diketahui bahwa emanasi merupakan ramuan dari seorang filosof barat yakni Plotinus yang menyatakan bahwa alam ini terjadi karena pancaran dari Yang Esa. Namun, kemudian pandangan Plotinus di Islamkan oleh Ibnu Sina. Sehingga dari Yang Esa Plotinus sebagai penyebab yang pasif bergeser menjadi Allah Pencipta yang aktif. Dia menciptakan alam dari materi yang sudah ada secara pancaran. Adapun proses terjadinya pancaran tersebut adalah ketika Allah wujud (bukan dari tiada) sebagai Akal langsung memikirkan (berta`aqqul) terhadap zat-Nya yang menjadi objek pemikiran-Nya, maka memancarlah Akal Pertama. Begitu seterusnya hingga proses ke-10.
Berlainan dengan Al-Farabi, bagi Ibnu Sina Akal Pertama mempunyai dua sifat, yaitu sifat Wajib Wujud-Nya sebagai pancaran dari Allah dan sifat Mumkin Wujud-Nya jika ditinjau dari hakikat diri-Nya. Dengan demikian, Ibnu Sina membagi objek pemikiran akal-akal menjadi tiga yaitu Allah (Wajib Al-Wujud Li Dzatihi), dirinya akal-akal(Wajib Al-Wujud Li Ghairihi) sebagai pancaran dari Allah, dan dirinya akal-akal (Mumkin Al-Wujud) ditinjau dari hakikat dirinya.[7]
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel emanasi Ibnu Sina dibawah ini.[8]
Subjek Akal Yang Ke
Sifat
Allah sebagai Wajib al-Wujud menghasilkan
Dirinya sendiri sebagai wajib wujud lighairihi, menghasilkan
Dirinya sendiri mumkin wujud lizatihi
Keterangan
I
Wajib Al-Wujud
Akal II
Jiwa I yang menggerakan
Langit Pertama
Masing-masing akal mengurusi satu planet.
II
Mumkin Wujud
Akal III
Jiwa II yang menggerakan
Bintang-Bintang
III
sda
Akal IV
Jiwa III yang menggerakan
Saturnus
IV
sda
Akal V
Jiwa IV yang menggerakan
Yupiter
V
sda
Akal VI
Jiwa V yang menggerakan
Mars
VI
sda
Akal VII
Jiwa IV yang menggerakan
Matahari
VII
sda
Akal VIII
Jiwa VII yang menggerakan
Venus
VIII
sda
Akal IX
Jiwa VIII yang menggerakan
Merkuri
IX
sda
Akal X
Jiwa IX yang menggerakan
Bulan
X
sda


Bumi, roh, materi pertama yang menjadi keempat unsur: udara, api, air dan tanah.
Akal ke X tidak lagi memancarkan akal-akal berikutnya, karena kekuatannya sudah lemah.
3.      Ikhwan Ash-Shafa’
Ikhwan Ash-Shafa’ adalah nama sekelompok pemikir muslim rahasia berasal dari sekte Syiah Ismailiyah yang lahir ditengah-tengah komunitas Sunni sekitar abad ke-4 H/10 M di Basrah. Kelompok ini merupakan gerakan bawah tanah yang mempertahankan semangat berfilsafat khususnya dan pemikiran rasional umumnya dikalangan pengikutnya.[9]
Filsafat emanasi Ikhwan Ash-Shafa’ terpengaruhi oleh Pythagoras dan Plotinus. Menurut Ikhwan Ash-Shafa’, Allah adalah Pencipta dan Mutlak Esa. Dengan kemauan sendiri Allah menciptakan Akal Pertama atau Akal Aktif secara emanasi. Kemudian, Allah menciptakan jiwa dengan perantaraan akal. Selanjutnya, Allah menciptakan materi pertama. Dengan demikian, kalau Allah qadim, lengkap dan sempurna, maka  Akal Pertama ini juga demikian halnya. Pada Akal Pertama lengkap segala potensi yang akan muncul pada wujud berikutnya. Sementara jiwa terciptanya secara emanasi dengan perantaraan akal, maka jiwa qadim dan lengkap tetapi tidak sempurna.
Demikian juga halnya materi pertama karena terciptanya secara emanasi dengan perantaraan jiwa, maka materi pertama adalah qadim, tidak lengkap dan tidak sempurna. Jadi, Allah tidak berhubungan dengan alam materi secara langsung sehingga kemurnian tauhid dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya. Ringkasnya rangkaian proses emanasi tersebut sebagai berikut:
a.       Akal Aktif atau Akal Pertama (Al-‘Aql Al-Fa’al)
b.      Jiwa Universal (An-Nafs Al-Kulliyyat)
c.       Materi Pertama (Al-Hayula Al-Ula)
d.      Alam Aktif (At-Thabi’at Al-Fa’ilat)
e.       Materi Absolut dan Materi kedua (Al-Jism Al-Muthlaq)
f.       Alam Planet-Planet (‘Alam Al-Aflak)
g.      Unsur-Unsur alam terendah (‘Anashir Al-‘Alam As-Sufla)yaitu air, tanah, udara dan api.
h.      Materi gabungan, yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sementara itu manusia termasuk kedalam kelompok hewan, tetapi hewan yang berbicara dan berpikir.



[1]   Ahmad Daudi, Kuliah Filsafat Islam ( Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992 ) hlm.33

[2] A. Mustofa, 1997, Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, hlm. 125-126
[3] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 74
[4] Harun Nasution, 1995, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Cetakan ke-9, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm. 27
[5] Ahmad Daudi, Kuliah Filsafat Islam ( Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1992 ) hlm.19
[6] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hlm. 77

[7] Mustofa Hasan, Sejarah Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.39
[8] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 99-101

[9] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam ( Filosof dan Filsafatnya ). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hlm. 131

Komentar

Postingan Populer